Bencana Alam Vs Mahasiswa (Menggugah Hati Mahasiswa Untuk Perduli)
Menurut United Nations International Strategy for
Disaster Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan
Resiko Bencana), Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di
dunia. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan rawan terjadi di
Indonesia. Indonesia juga dikenal sebagai ‘Ring of Fire’yaitu daerah yang
sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang terbentang dari Pulau
Sumatera menyusuri Pulau Jawa kemudian menyeberang ke Bali, Nusa Tenggara
hingga bagian timur Maluku dan berbelok ke utara Pulau Sulawesi. Dari jumlah
manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam, Indonesia juga
menduduki peringkat pertama dari 265 negara di dunia yang disurvei dalam
paparan/dampak terhadap penduduk untuk beberapa jenis bencana alam. Inilah yang
menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan resiko dan dampak bencana alam
tertinggi di dunia. (http://www.stks.ac.id/2015/10/09/latihan-dasar-penanggulangan-bencana-mahasiswa-stks-bandung-tahun-2015/)
Kota dan Kabupaten bima ibaratnya sudah akrab
dengan berbagai jenis bencana alam mulai dari banjir tahunan, tanah longsor,
gempa bumi, erupsi gunung berapi Banjir, dan bahkan yang masih hangat dua bulan
terakhir adalalah seringnya terjadinya kebakaran pemukiman penduduk. Kebiasaan umum
ketika terjadi bencana, kita cenderuang bersikap reaktif. Tapi sebenarnya yang
penting adalah melakukan tindakan sesuai eskalasi (Tahapan) bencana. Beberapa prinsip penilaian resiko bencana yang
perlu diperhatikan, “semakin besar kapasitas yang dimiliki dan digunakan untuk
mengurangi dampak ancaman dan mengurangi kerentanan maka risikonya akan
berkurang.Namun sebaliknya, semakin kecil kapasitas yang dimiliki dan digunakan
untuk mengurangi dampak ancaman dan mengurangi kerentanan maka risikonya akan
bertambah besar.
Menurut Mohtar Mas’oud, mahasiswa merupakan makhluk
istimewa. Mereka ada pada lapisan umur yang memungkinkan menjadi energik dan
cocok untuk menjadi pelopor perbaikan keadaan. Secara definitif, mahasiswa
berasal dari dua suku kata yaitu kata maha dan siswa. Kata maha mempunyai arti
paling tinggi, sedangkan kata siswa memiliki makna seorang yang terpelajar baik
secara individu maupun kelompok. Jadi, mahasiswa adalah seorang terpelajar yang
mempunyai kedudukan tertinggi diantara pelajar-pelajar lainnya dalam tingkatan
akademik. Dengan adanya predikat tersebut, diharapkan nantinya mampu mengubah
keadaan menjadi lebih baik dan mampu mengisi lapisan pemimpin. Secara fungsi
mahasiswa mempunyai dua peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pertama,
sebagai manager dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran yang pertama lebih
menekankan pada orientasi tindakan, yaitu lebih menekankan bagaimana
menyelesaikan suatu masalah secara tuntas, sehingga peran ini lebih memerlukan
bekal keilmuan yang menunjang penyelesaian masalah dalam suatu bidang ilmu.
Sedangkan peran kedua lebih berorientasi pada pemikiran, yaitu lebih pada
kegiatan “asah otak” untuk melahirkan kemungkinan pemikiran alternatif sehingga
peran ini lebih memerlukan bekal keilmuan.
Peran tersebut memerlukan satu syarat utama, yaitu
belajar bermasyarakat. Belajar menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan
secara bersama pada dasarnya adalah belajar berpolitik. Dengan demikian, tujuan
mahasiswa adalah memahami fenomena yang terjadi dalam suatu tatanan masyarakat
baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
Lantas apa
yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menanggapi merebaknya bencana alam yang
cenderung sulit diprediksi secara pasti akhir-akhir ini? Sejauh ini
kalangan mahasiswa khususnya dan dunia kampus pada umumnya terlihat lamban
merespon jika dibanding menanggapi isu-isu lain seperti isu skandal politik,
korupsi pejabat negara, dan lain sebagainya yang langsung ditanggapi secara
serius. Sementara untuk isu bencana seakan-akan bukan isu yang penting untuk
ditanggapi.
Mahasiswa jangan sampai mewakili sikap pemerintah
yang terlihat begitu lamban dalam menanggulangi korban bencana. Kampus yang
merupakan lingkungan sehari-hari mahasiswa sebenarnya merupakan sarana yang
sangat potensial untuk ikut menanggulangi bencana alam yang akhir-akhir ini
banyak terjadi. Dengan bekal akademik yang diberikan di bangku perkuliahan
serta pamor mahasiswa yang biasanya peduli terhadap persoalan bangsa,
sepertinya merupakan modal yang cukup untuk ikut serta. Terlebih lagi jika
menilik dari kondisi geografis Indonesia yang dilalui deretan gunung berapi dan
lautan sehingga mengakibatkan Indonesia rentan terhadap bencana alam, maka
kontribusi dari pihak kampus akan sangat dibutuhkan. Bencana memang bisa
terjadi kapan dan di mana saja. Untuk itulah, diperlukan suatu upaya membangun
masyarakat yang sadar akan bencana alam. Upaya ini akan sangat penting jika
dilakukan oleh mahasiswa dengan memainkan perannya dalam hidup bermasyarakat.
Di sinilah mahasiswa harus memainkan perannya dalam
bermasyarakat dengan berada di garda terdepan terkait penanggulangan bencana
alam di Indonesia. Jika saat ini peran tersebut masih sangat terbatas pada
tindakan pascabencana, sepertinya sudah saatnya mulai dilakukan upaya
prabencana. Dalam hal ini kampus dapat ikut memfasilitasi kegiatan sosialisasi
tentang perlunya sikap siaga bencana bagi masyarakat luas. Mahasiswa perlu
memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pengetahuan dan keterampilan
menghadapi bencana. Disamping program pemberdayaan masyarakat lain, kegiatan
siaga bencana juga perlu dijadikan program utama. Tujuannya, yaitu agar
tercipta masyarakat yang siaga bencana. Sehingga harapannya, dampak buruk
berupa jatuhnya korban jiwa atas bencana sudah bisa diantisipasi sedini
mungkin.
Selain itu masyarakat kampus juga bisa bekerja sama
dengan institusi lain seperti LSM, Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI),
atau institusi lain yang memiliki kepedulian terhadap penanganan bencana. Jika
peran penanganan prabencana ataupun pascabencana dapat dilakukan secara
berkesinambungan oleh kampus, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang siaga
bencana akan segera tercapai. Dengan demikian dampak buruk atas bencana bisa
ditekan semaksimal mungkin. Namun, perlu dimengerti bahwa upaya prabencana
bukan untuk menolak bencana, melainkan sebagai cara untuk penyelamatan dini
terhadap bencana. Selain itu, tanggap bencana bukan hanya menyelamatkan yang
tersisa dan mengevakuasi jenazah yang meninggal ketika bencana terjadi. Tetapi
tanggap bencana ialah memaksimalkan seluruh kemampuan untuk mengantisipasi dan
meminimalkan dampak bencana. Dan peran ini tentu saja bisa dimaksimalkan oleh
mahasiswa yang notabenenya merupakan garda terdepan suatu perubahan.
Referensi :
Mohtar Mas’oed. Negara, Kapital Dan Demokrasi.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2003
http://tempointeraktif.com
http://www.republika.co.id
http://nasional.kompas.com
(http://www.stks.ac.id/2015/10/09/latihan-dasar-penanggulangan-bencana-mahasiswa-stks-bandung-tahun-2015/)
Komentar
Posting Komentar